Sabtu, 22 Januari 2011

Ampuhnya Daun Jati Belanda di Balik Mitos Keliru Kolesterol

Daun adalah bagian tanaman yang sering dimanfaatkan. Salah satu di antaranya adalah Jati Belanda. Khasiat herba ini telah teruji, seperti kemampuannya menekan risiko diare, mengatasi masalah berat badan, hingga mengontrol laju kolesterol. (foto: Keluargacemara.com)
Daun adalah bagian tanaman yang sering dimanfaatkan. Salah satu di antaranya adalah Jati Belanda. Khasiat herba ini telah teruji, seperti kemampuannya menekan risiko diare, mengatasi masalah berat badan, hingga mengontrol laju kolesterol. Sejak zaman dulu masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di Pulau Jawa, telah mengenal dan memakai air rebusan daun jati belanda sebagai bahan baku jamu pelangsing tubuh, biasa disebut galian singset (bahasa Jawa). Pengalaman sekaligus bukti empiris inilah yang “ditangkap” perusahaan jamu, sehingga saat ini hampir semua jamu pelangsing selalu mengambil khasiat daun jati belanda.
Setyoko dari Kebun Tanaman Obat Sekarwangi, menjelaskan bahwa untuk menjadikan ramuan dapat dilakukan dengan mengeringkan daunnya. Selanjutnya digiling untuk dibuat serbuk.
“Setelah menjadi serbuk, ambil 20 gram, lalu seduh dengan air panas. Saring dan minum dua kali sehari. Namun, mereka yang bermasalah dengan ginjal sebaiknya menghindari ramuan ini,” katanya.
Banyak penelitian membuktikan bahwa daun jati bermanfaat untuk menurunkan berat badan. Belakangan daun jati belanda dipercaya memiliki manfaat lebih dari itu, yakni berpotensi untuk dikembangkan sebagai herba pengontrol kolesterol.
Nyata menurun Yosie Andriani H.S. di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor pernah melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh daun jati belanda (dalam bentuk ekstrak air, ekstrak etanol, dan fraksi aktif steroid) terhadap kadar lipid darah (TPC, trigliserida, LDL, dan HDL/high density lipoprotein).
Penelitian menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan pada empat kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri atas lima ekor.
Ternyata pemberian ekstrak daun jati belanda (dalam tiga bentuk ekstrak air, ekstrak etanol, dan fraksi aktif steroid) berpengaruh terhadap kadar lipid darah (TPC, trigliserida, LDL, dan HDL). Kadar TPC, LDL, dan trigliserida pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian daun jati) terlihat sangat tinggi (berbeda nyata) dibandingkan dengan kadar TPC, LDL, dan trigliserida yang diberi perlakuan daun jati.
Fakta ini menunjukkan adanya penurunan kadar TPC, LDL, dan trigliserida akibat pemberian daun jati belanda. Persentase penurunan kadar TPC tertinggi terjadi dalam pemberian daun jati belanda pada perlakuan ekstrak etanol (62 persen), diikuti perlakuan ekstrak air (55 persen), dan fraksi aktif steroid (36 persen).
Naikkan HDL Pemberian ekstrak daun jati belanda juga berdampak pada peningkatan HDL. HDL dapat menurunkan kadar kolesterol dalam sel dengan cara mengambil kelebihan kolesterol dari jaringan untuk kemudian diproses di hati lalu dibuang bersama cairan empedu.
Gan (1987) menyebutkan, HDL memiliki efek protektif terhadap pembuluh darah jantung. Lebih lanjut, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun jati belanda terbukti mampu menurunkan kadar lipid darah. Ini berarti daun jati belanda bisa dijadikan obat alternatif antihiperlipidemia.
Fakta ini beberapa tahun terakhir ditanggapi oleh para pengusaha jamu dengan mengembangkan produk berbahan baku daun jati belanda. Tak heran, banyak tersedia produk olahan fitofarmaka berbahan dasar herba ini, seperti dalam bentuk serbuk dalam kapsul maupun seduhan, layaknya teh.
Dijelaskan Setyoko, pada prinsipnya herba ini sangat aman, tentu saja jika diolah dengan murni dan bersih, tanpa campuran bahan kimia. “Agar lebih yakin, tak ada salahnya coba mengolah dan meramunya sendiri, guna memastikan bebas dari campuran bahan kimia,” tambahnya.
Selain daunnya, bagian lain dari pohon jati belanda yang berkhasiat obat adalah kulit, buah, dan bijinya. Bagian dalam kulitnya biasa dipakai sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit cacing, bengkak kaki atau kaki gajah.
Buahnya digunakan sebagai obat batuk rejan. Rebusan bijinya yang sudah dibakar seperti kopi dapat diminum sebagai obat sembelit. Namun, tetap perlu kehati-hatian dalam menggunakan daun dan biji jati belanda sebagai obat. Pasalnya, bila terlalu berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan usus. Karena itu, selain bagian daunnya, pemanfaatan bagian lain jati belanda saat ini relatif jarang dan memang belum ada uji toksiknya.
Jika Anda tertarik untuk menaman jati belanda, sebenarnya relatif mudah. Tanaman ini tidak butuh air banyak dan tak memerlukan perawatan khusus.
Cukup Diseduh Meramu daun jati belanda relatif mudah. Daun yang sudah dikeringkan cukup diseduh dengan air panas, seperti halnya membuat teh. Sering juga daun ini dibuat ekstrak atau serbuk.
Berikut beberapa contoh ramuan:
1. Peluruh kolesterol
Ambil beberapa lembar daun jati belanda kering. Seduh dengan air panas secukupnya, seperti membuat teh. Saring sebelum diminum. Agar tidak hambar, tambahkan satu sendok madu atau gula batu.
2. Pereda Diare
Daun jati belanda kering digiling untuk dijadikan serbuk. Ambil 20 gr serbuk ini dan seduh dengan air panas. Kemudian saring dan minum dua kali sehari. Jika suka, bisa dicampur kencur dan madu secukupnya.
Catatan: Orang yang bermasalah dengan ginjal sebaiknya menghindari ramuan ini.
3. Pelangsing
Ambil tujuh lembar daun jati belanda segar lalu cuci bersih. Tambahkan sepotong rimpang bangle, temulawak, atau kunir putih. Rebus dengan satu setengah gelas air bersih sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan minum. Saat meramunya harus bersamaan dengan temulawak atau kunir putih guna mengurangi efek iritasi lambung. Selama mengonsumsi ramuan ini, tetaplah minum banyak air putih.
Sebelumnya banyak mitos yang beredar di kalangan masyarakat seputar kolesterol. Kurangnya pemahaman yang benar dapat menyebabkan informasi yang salah seputar kolesterol dan gejalanya. Untuk itu, penting meluruskan mitos-mitos yang telah lama beredar di masyarakat agar gejala kolesterol dapat dihindari dengan lebih cermat dan tepat.
Mitos: Makan daging kambing akan menyebabkan kolesterol tinggi dan hipertensi. Fakta: Tidak benar. Tidak ada bukti bahwa daging kambing mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibanding jenis daging merah lainnya.
Mitos: Pada orang dengan kolesterol tinggi, jika rajin olahraga dan diet serta tubuh dalam kondisi fit berarti kadar kolesterolnya baik.Fakta : Selain olahraga dan diet, ada hal lain yang memengaruhi kadar kolesterol, seperti berat badan, merokok, riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin. Agar kolesterol terjaga, dibutuhkan pola hidup sehat serta kepatuhan minum obat.
Mitos: Kolesterol tinggi dan penyakit kardiovaskular hanya masalah pria. Fakta: Tidak benar. Meski sebelum menopause wanita memproduksi estrogen yang bisa mengurangi risiko penyakit jantung, tetapi perlu diingat faktor lain seperti hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, faktor keturunan, dan sebagainya.
Mitos: Cukup menghindari daging, santan, dan jeroan, kolesterol pasti normal. Fakta: Belum tentu, karena 80 persen dari kolesterol darah dihasilkan dari dalam tubuh kita sendiri. Bila metabolisme sudah memburuk, maka dibutuhkan obat selain modifikasi gaya hidup sehat.
Mitos: Kadar kolesterol tinggi tidak berbahaya karena tak menimbulkan gejala. Fakta: Meski tidak bergejala, kadar kolesterol yang tinggi berbahaya karena mengubah dinding pembuluh darah dan memicu jantung koroner.
Mitos: Kadar kolesterol yang tinggi hanya diderita orangtua. Fakta: Kolesterol tinggi bisa diderita orang dari berbagai golongan usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orangtua.
Mitos: Orang gemuk memiliki kadar kolesterol lebih tinggi dari orang kurus. Fakta: Belum tentu, karena kadar kolesterol dipengaruhi banyak faktor, termasuk apa yang kita makan, seberapa cepat tubuh memproduksi dan membuang kolesterol jahat, tingkat kesehatan, dan kebiasaan makan. (fn/k2m) www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar