Senin, 03 Januari 2011

Kesalahpahaman, Alasan Israel Habisi Pemuda Palestina

Seorang ibu Palestina memberikan perpisahan terakhir kepada jenazah sang putra yang tewas dalam baku hantam dengan pasukan bersenjata Israel yang seringkali melakukan penembakan terhadap warga tak bersenjata. (Foto: The We)
TEPI BARAT (Berita SuaraMedia) - Tentara Angkatan Pertahanan Israel menembak dan membunuh seorang warga Palestina kemarin di sebuah pos pemeriksaan di Lembah Yordan karena ia berjalan ke arah para prajurit memegang botol kaca. Seorang perwira di Komando Sentral mengatakan insiden itu tampaknya telah disebabkan oleh "kombinasi dari kesalahpahaman yang berasal dari perilaku yang tidak bisa dijelaskan warga Palestina dan keadaan siaga tinggi dari para prajurit" dan bahwa penyelidikan menyeluruh sedang berlangsung.
Mohammed Dragma, 20, dari kota utara Bank Barat Tuba dekat Nablus, telah mendekati tentara di pos pemeriksaan Beka'ot, di luar jalur di mana pejalan kaki dan kendaraan menjalani pemeriksaan keamanan.
Dragma tampaknya terus berjalan setelah salah satu tentara menyuruhnya berhenti. Tentara itu dilaporkan meminta Dragma tiga kali, mengokang senjatanya sesuai prosedur, dan ketika Dragma masih tidak berhenti, ia menembaknya di paha. Rupanya, Dragma masih tidak berhenti, dan tentara lainnya kemudian juga menembakinya, dan akhirnya membunuh dia.
Komandan yang baru diangkat dari Brigade Lembah Yordan , Kolonel Nohi Mandel, sedang menyelidiki insiden, yang rinciannya belum jelas tersebut. Beberapa prajurit mengatakan Dragma membawa pisau, meskipun ternyata itu adalah botol kaca. Dragma tampaknya tidak termasuk kelompok perlawanan, dia juga tidak menderita gangguan psikologis.
Bridgade Habikaa, dipimpin oleh Kolonel Yohai Ben Yishai, diangkat untuk menyelidiki insiden itu.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa tentara pertama yang mencapai Dragma melihat bahwa ia tidak membawa senjata, tetapi hanya botol kaca. Terlepas dari penelitian ini prajurit memilih untuk menembak  tubuh pria itu. Selama tentara menanyai Dragma, ia mengatakan bahwa ia merasa hidupnya dalam bahaya ketika ia memutuskan untuk menembakan senjata api. Dua rekan sebatalionnya, yang bergabung dengannya dalam penembakan itu, mengakui bahwa mereka tidak berada di zona bahaya, tetapi hanya ingin membantu teman mereka.
Seorang saksi Palestina mengatakan pria itu berjalan mendekati  seorang prajurit wanita, yang mulai berteriak-teriak, dan kemudian dua tentara lainnya menghujani dia dengan peluru.
Namun, saksi Palestina lain di penghalang jalan mengatakan ia melihat orang itu mengangkat tangannya tanda menyerah sebelum dia ditembak.
Juru bicara itu mengatakan penembakan itu mengikuti insiden malam sebelumnya di mana seorang pria Palestina bersenjata dengan pisau mencoba menusuk dua prajurit wanita di selatan Yerusalem.
Orang itu ditangkap oleh polisi perbatasan di blok pemukiman Gush Etzion. Menurut pihak berwenang Israel, ia kemudian mengaku berencana untuk menusuk prajurit.
Pada Sabtu malam, pesawat Israel membom sebuah lapangan dan sebuah bangunan di utara dan pusat Jalur Gaza.
Warga setempat mengatakan pesawat itu mentargetkan kamp pengungsi Jabalia, utara Gaza City, yang diduga sebagai bidang pelatihan dari Brigade Qassam, sayap bersenjata gerakan Palestina Hamas yang memerintah Gaza. Pihak militer mengatakan sasaran kedua di dekat kamp pengungsi Nuseirat di pusat kantong adalah sebuah bengkel yang digunakan untuk pembuatan senjata.
Dua warga Palestina dilaporkan terluka.
Serangan udara dan penembakan di perbatasan terjadi setelah seorang wanita Palestina meninggal Sabtu setelah menghirup gas air mata dalam sebuah demonstrasi menentang penghalang jalan Israel  di Tepi Barat.
Dia diduga meninggal karena keracunan, setelah menghirup gas dalam jumlah besar pada protes di Bil'in, sebuah desa di utara Palestina, barat Yerusalem, sekitar empat kilometer dari perbatasan Israel-Tepi Barat.
Beberapa peristiwa kekerasan terjadi di pos pemeriksaan Bekaot dalam beberapa bulan terakhir, terutama mencoba melakukan penyelundupan bahan peledak. Namun, para pejabat IDF mengakui bahwa ketegangan tersebut membuat prajurit menjadi sangat berhati-hati untuk membedakan antara bahaya nyata dan alarm palsu, berdasarkan perilaku tersangka, jarak dan barang-barang yang ia bawa.
"Bahkan batu bisa menjadi senjata mematikan jika dilemparkan dari jarak pendek, tapi jelas jika warga Palestina itu berada beberapa puluh meter jauhnya dan bahayanya tidak nyata, tindakan lainnya seharusnya diambil untuk menghindari menarik pelatuk," seorang pejabat berkata.
Penyelidikan ini diharapkan akan selesai dalam beberapa hari, dan temuannya harus disampaikan kepada komandan Divisi 162, Brigadir Jenderal Lagi Yehezkel, dan Kepala Komando Pusat Mayor Jenderal Avi Mizrahi. (iw/hz/yn/et) www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar